Makalah Karet

SEJARAH BERKEMBANGNYA KARET DI INDONESIA
Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi Negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditas ini pernah begitu diandalkan sebagai penopang perekonomian Negara. Waktu itu sampai terkenal ucapan “rubber is de kurk waarop wij dirjven” yang berarti karet adalah gabus tempat kita mengapung. Namun sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Walaupun demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap member sumbangan ekonomi yang besar.
Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi sekaligus kegiatan uji coba. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Pemerintah Belanda tertarik untuk meluaskan tanaman karet karena tembakau dan kopi yang menjadi komoditas andalan waktu itu sedang mengalami kelesuan. Pada waktu itu perkebunan tembakau diubah menjadi perkebunan kopi, padahal pasaran kopi pun saat itu sedang menurun, sampai-sampai Negara produsen kopi terbesar masa itu, yakni Brazil pun menurunkan produksinya hingga 50%. Kelesuan perdagangan kedua komoditas ini menimbulkan minat penguasa Belanda untuk mengusahakan perkebunan karet besar-besaran.
Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea brasiliensisbaru ditanam tahun 1902 di daerah Sumatera. Jenis ini ditanam di Pulau Jawa pada tahun 1906. Pembukaan perkebunan karet secara besar-besaran ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Demi kepentingan menambah dana, pemerintah Netherland Indies menawarkan peluang penanaman modal bagi investor luar. Investor dari Inggris, Belanda, Belgia, dan Amerika ditawari bekerjasama. Kerjasama yang ditawarkan tidak hanya dari segi finansial, tetapi juga pengelolaannya.
Perusahaan Harrison and Crossfield Company adalah perusahaan asing pertama yang mulai menanam karet dalam suatu perkebunan komersial. Sebelumnya perusahaan ini telah membuka perkebunan karet Malaysia. Perusahaan Sociente Financiered Caoutchoues dari Belgia pada tahun 1909 dan diikuti perusahaan Amerika yang bernama Hollands Amerikananse Plantage Maatschappij (HAPM) pada tahun 1910 – 1911 ikut menanamkan modal dalam membuka perkebunan karet di Sumatera. HAPM adalah perusahaan kerja sama antara dua Negara, yaitu Belanda dan Amerika. Proses perluasan ini berjalan mulus berkat tersedianya sarana transportasi yang memadai. Umumnya sarana transportasi ini merupakan warisan dari usaha perkebunan tembakau yang telah dirombak.
Harga karet yang tinggi pada tahun 1910 dan 1911 memberi tambahan semangat para pengusaha perkebunan untuk mengembangkan usahanya. Walaupun demikian, pada tahun 1920 – 1921 terjadi depresi perekonomian dunia yang membuat harga karet merosot. Tahun 1922 dan 1926 terjadi ledakan harga kembali dikarenakan kurangnya produksi karet dunia sementara industry mobil di Amerika sedang mengalami kemajuan sehingga meningkatkan jumlah permintaan.
Para investor asing dalam mengelola perkebunannya mengerahkan biaya, teknik budidaya yang ilmiah dan modern, serta teknik pemasaran yang efisien. Prasarana fisik perkebunan karet benar-benar berjalan dengan segala sesuatu yang terencana dengan baik. Para pengusaha perkebunan karet ini banya mendapatkan kritik. Mereka dianggap telah banyak mengeksploitasi sumber daya alam tanpa ikut mengembangkan perekonomian rakyat sekitarnya. Para pengusaha mendatangkan tenaga kerja dalam jumlah besar dari Pulau Jawa untuk kepentingan pekerjaan di perkebunannya. Tenaga kerja inilah yang kelak di kemudian hari dikenal dengan nama kuli kontrak yang menghasilkan keturunan “Pujakesuma” atau Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Menurut beberapa penelitian, pekerja kasar dan masyarakat di sekitar perkebunan ini tidak ikut menikmati hasil yang didapat dari keuntungan perkebunan. Tingkat kehidupan mereka tidak jauh berbeda dari dulu hingga sekarang, masih dalam taraf yang memprihatinkan.
Pemerintah Hindia Belanda sangat menyokong perkembangan perkebunan maupun industry karet di Indonesia. Berbagai kemudahan diberikan untuk memperlancar perkembangannya. Kemudahan itu berupa penyediaan lahan, tenaga kerja, prasarana, teknologi, sampai pengaturan dan perpajakan. Tanah konsesi yang disewa dalam jangka panjang hanya dikenakan biaya 1 – 2% dari ongkos pembukaan lahan. Tenaga kerja yang dibayar murah didatangkan dari Pulau Jawa lewat sistem poenale sanctie. Perkebunan besar milik investor asing juga tidak dibebani untuk membina perkebunan karet rakyat. Aturan main yang dilaksanakan pemerintah Inggris sebagai penguasa 75% pasar karet dunia tidak diikuti oleh pemerintah Hindia Belanda. Aturan main yang dikenal sebagai Rencana Stevenson itu bertujuan untuk mengatasi fluktuasi harga karet dan mempertahankan kestabilannya. Alasan pemerintah Hindia Belanda untuk tidak menaatinya adalah :
· produksi karet rakyat di Indonesia tidak mampu diawasi oleh pemerintah Hindia Balanda,
· dalam mengusahakan perkebunan karetnya, para pengusaha perkebunan Belanda terbiasa dengan paham laisses faire, dan
· posisi komoditas karet di pasaran dunia termasuk lemah.
Kenyataannya, penolakan pemerintah Hindia Belanda terhadap rencana Stevenson terbukti menguntungkan. Saat terjadi kenaikan harga dan permintaan, pengusaha karet di Indonesia pada saat itu dapat memanfaatkannya. Kenaikan harga tahun 1922 memberikan catatan harga sebesar 256 sen per kg karet dari harga sebelumnya yang hanya 147 sen. Sedangkan tahun 1926 harga karet mencapai 258 sen per kg. Berdasarkan Rencana Stevenson, pemerintah Inggris pada tahun tersebut melakukan penyusutan lahan-lahan karet agar produksi dapat diturunkan. Produksi karet Inggris ini menyebabkan harga karet melonjak dan produksi karet dari Indonesia dapat mengisi pasar yang tengah kosong.
Perkebunan karet rakyat di Indoensia juga berkembang seiring dengan naiknya permintaan karet dunia dan kenaikan harga. Hal-hal lain yang ikut menunjang dibukanya perkebunan karet rakyat di beberpa daerah antara lain karena pemeliharaan tanaman karet relatif mudah dan rakyat mempunyai kepercayaan terhadap cerahnya masa depan perkebunan karet. Banyak jemaah haji dari Indonesia yang sewaktu pulang mampir ke Singapura dan Malaysia membawa biji-biji karet untuk ditanam di Indonesia. Lancarnya perdagangan antara Sumatera dan Malaysia juga membantu berkembangnya usaha karet rakyat. Apalagi perusahaan yang mengekspor karet ke luar negeri memiliki posisi yang kuat karena jaringan transportasi waktu itu sudah baik dan hubungan dagangnya semakin meluas.
Bayangan kenaikan harga karet terutama setelah terjadi pada tahun 1922 dan 1926 menjadikan rakyat berlomba-lomba membuka kebun karet sendiri. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memang tidak membuat peraturan tentang pembukaan dan pengusahaan perkebunan karet oleh rakyat. Akibatnya, lahan karet di Indonesia meluas secara tak terkendali sehingga kapasitas produksi karet menjadi berlebihan. Harga karet pun menjadi semakin sulit dipertahankan pada angka yang wajar. Kecenderungan yang terjadi adalah semakin menurunnya harga karet di pasaran.
Inggris sendiri pada tahun 1928 membubarkan Rencana Stevenson karena beberapa pertimbangan. Sebagai gantinya ada peraturan internasional mengenai karet, yaitu IRRA(International Rubber Regulation Agreement). IRRA merupakan perjanjian pengaturan produksi dan ekspor dari Malaya, Serawak, Kalimantan Utara, India, Netherland Indies, Indocina, dan Thailand. Secara efektif perjanjian ini dilaksanakan bulan April 1944. Pemerintah Hindia Belanda sendiri mengikuti IRRA padahal sebelumnya tidak mengikuti Rencana Stevenson karena masalah seperti di atas.
Stelah mengikuti perjanjian IRRA, dampak yang menekan mulai terasa pada perkebunan-perkebunan karet. Tekanan yang berat terutama dirasakan oleh perkebunan-perkebunan karet rakyat. Pemerintah yang berkuasa waktu itu membuat peraturan larangan perluasan perkebunan karet rakyat. Produksi karet rakyat yang diekspor dikenai pajak yang tinggi, yaitu sebesar 50% dari nilai keseluruhan. Kebijakan yang dibuat ini telah mencekik usaha tani karet rakyat. Namun pukulan yang menyakitkan ini tidak mematikan perkembangan perkebunan karet rakyat. Perkebunan karet rakyat masih tetap berjalan, tetapi tidak seramai dulu. Para petani karet masih percaya akan masa depan usaha taninya. Pedagang perantara yang banyak menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dan menjadi penyalur produksi karet rakyat dengan jalan membeli hasil produksinya merupakan mata rantai yang tetap mempertahankan kelangsungan usaha ini. Walau bagaimanapun, petani karet masih memiliki pola piker yang sangat sederhana. Usaha tani mereka tidak terlalu berpatokan pada peningkatan produksi dan keuntungan yang berlimpah. Asalkan kebutuhan sehari-hari untuk seluruh keluarga tercukupi maka cukuplah alasan mereka untuk mempertahankan kebun karetnya.
Sebelum mengikuti perjanjian IRRA, laju pertumbuhan luas areal perkebunan rakyat selama periode 1910 – 1940 adalah sebesar 10,78% setiap tahunnya. Pertumbuhan perkebunan besar pada periode yang sama hanya memiliki laju sebesar 2,95% per tahun. Setelah dikeluarkan larangan perluasan perkebunan rakyat, maka angka laju pertumbuhannya merosot drastis. Perkebunan besar yang diberi izin perluasan, pada tahun 1939 – 1940 dapat meningkatkan luas arealnya. Izin perluasan yang singkat ini dimanfaatkan oleh para pengusaha yang memiliki banyak modal. Pada zaman pra kermerdekaan, kebun karet Indonesia mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1937. Waktu itu produksinya mencapai 650.000 ton. Namun, sesudah itu angkanya menurun, terutama karena terjadinya penurunan harga karet. Hingga Perang Dunia II meletus, penurunan produksi terus terjadi di seluruh perkebunan-perkebunan karet Indonesia. Hal ini bertambah semakin buruk dengan terjadinya pergeseran kekuasaan dari pemerintahan Hindia Belanda ke pemerintahan Jepang yang kemudian ikut menjajah Indonesia.
Setelah Perang Dunia II berakhir dan pengaruhnya mereda di berbagai belahan dunia yang terlibat, maka permintaan karet kembali menunjukkan peningkatan. Indonesia pun agak merasa lega karena jepang tidak lagi berkuasa. Perkebunan-perkebunan karte yang dulu diambil secra paksa oleh pihak Jepang dapat dilanjutkan kembali pengelolaannya oleh pemerintah Indonesia. Pengaruhnya terhadap dunia perkebunan karet di seluruh Indonesia sangat positif. Kegairahan untuk meningkatkan produksi karet alam menjalar di semua perkebunan karet.
Indonesia menguasai pasaran karet alam internasional pada era pasca Perang Dunia II. Kebutuhan karet alam dunia yang besar waktu itu, sebagian besarnya dipasok oleh Indonesia. Sayangnya posisi sebagai produsen karet utama dunia ini tidak diikuti dengan langkah-langkah penunjang. Pengelolaan kebun karet kurang baik dan perluasan perkebunan karet kurang dilakukan. Langkah yang lebih penting, yaitu peremajaan tanaman-tanaman karet tua juga hampir tidak dipikirkan. Wajar bila kemudian terjadi penurunan produksi karet alam Indonesia. Situasi politik dalam negeri yang masih kurang stabil juga turut mempengaruhi jumlah produksi. Sementara itu, Malaysia yang memang merupakan saingan utama semakin mengintensifkan pengelolaan perkebunan karetnya. Lembaga penelitian karet Malaysia berhasil menemukan klon-klon baru yang memiliki kemampuan produksi jauh di atas jenis-jenis karet yang diusahakan di Indonesia, sehingga pada tahun 1959 – 1960 produksi karet Indonesia dikalahkan oleh Malaysia.
Pada tahun 1963 – 1973 produktivitas perkebunan karet Indonesia mulai membaik. Pada periode ini terjadi peningkatan produktivitas yang cukup menonjol. Beberapa hal yang kurang diperhatikan pada periode sebelumnya banyak diperhatikan pada periode ini. Hal-hal seperti peremajaan tanaman, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan, pemakaian pestisida, dan penggunaan zat pemacu produksi merupakan penunjang terjadinya peningkatan produksi tersebut di samping perbaikan ekonomi petani karet. Pada periode sebelumnya jumlah tanaman karet tua di Indonesia sebanyak 73 juta batang. Stelah peremajaan tanaman karet tuayang tersisa tinggal 32 juta batang. Penggunaan pupuk yang hanya mencapai 10.860 ton pada tahun 1963 melonjak menjadi 50.000 ton pada tahun 1973. Jumlah pestisida serta zat pemacu walaupun tidak diketahui secara pasti berapa jumlahnya, tetapi jelas ikut meningkat.
Peningkatan produktivitas karet alam kembali terjadi pada tahun 1978. Diduga pola pengembangan tanaman karet sistem PIR/NES yang banyak dilakukan di daerah pemukiman transmigrasi berperan besar sebagai penyebabnya. Pada saat ini penggunaan klon unggul tanaman karet juga mulai meluas di banyak daerah yang memiliki perkebunan karet. Harga karet alam yang terus meningkat juga memberi motovasi peningkatan produksi. Apalagi rata-rata hasil yang diterima petani berkaitan langsung dengan harga ekspor sehingga peningkatan harga ekspor turut dirasakan sampai ke tingkat petani. Pada perode 80-an hingga sekarang permasalahan pada dunia perkaretan Indonesia adalah hal yang memang sudah ada sejak lama, tetapi sekarang begitu terasa karena terlalu mencolok. Misalnya, walaupun produksi karet Indonesia tergolong besar di dunia, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perkaretan dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu membuat harga jual karet alam di pasaran luar negeri menjadi rendah.
Botani dan Sistematika
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet akan rontok pada puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman.
 Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan diujungnya terdapat lima taju yang sempit. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dan posisi duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari sepuluh benang sari. Kepala sari terbagi menjadi dua ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi dari pada yang lainnya.

. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya. Sebagai tanaman berbiji belah.
Akar pohon karet berupa akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi ke atas. Dengan akar seperti itu pohon karet bisa berdiri kokoh, meskipun tingginya bisa mencapai 25 meter.
Buah karet dengan diameter 3 – 5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3 – 6 ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya menurut ruang-ruangnya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang tepat.
Lebih lengkapnya, struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut :
§  Divisi : Spermatophyta
§  Subdivisi : Angiospermae
§  Kelas : Dicotyledonae
§  Ordo : Euphorbiales
§  Famili : Euphorbiaceae
§  Genus : Hevea
§  Spesies  : Hevea braziliensis
Budidaya
Persiapan Lahan Penanaman
Lahan yang akan digunakan sebagai lokasi penanaman tanaman karet  juga diperlukan pelaksanaan dalam berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Kegiatan persiapan la-han pertanaman karet di antaranya  pemberantasan alang-alang dan gulma lain. Lahan yang telah selesai tebas, tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan Her-bisida  kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon (Sugito, 2007).

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah (Anwar, 2001).

Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan ajir adalah untuk menentukan tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman disesuaikan dengan kondisi lahan.  Pada  lahan yang relatif datar  jarak tanam adalah 7 m x 3 m (476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7 m dan arah Utara  Selatan berjarak 3 m. Hal tersebut supaya intensitas cahaya matahari yang masuk ke pertanaman karet lebih besar.   Lahan bergelombang atau berbukit jarak tanam 8 m x 2,5 m (500 lubang/ha). Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman (Cahyono, 2010).

Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas, dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu membuat lubang tanam, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam (Anwar, 2001).




Seleksi dan Penanaman Bibit
Sebelum bibit ditanam,  dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan ta-nam yang memiliki sifat-sifat umum yang baik antara lain  produksi tinggi, res-ponsif terhadap stimulasi hasil, resistenterhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
- bibit karet di polybag mempunyai satu atau dua daun payung,
- mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas,
- akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral,
- bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).

Kebutuhan Bibit
   Jarak tanam 7 m x 3 m untuk tanah landai, diperlukan bibit tanaman karet  sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) se-hingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.

Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan antara September sampai Desember curah hujan cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari.  Pada saat penanaman, tanah penutup lubang digunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk Urea 50 gram dan SP36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar. Tujuan  pemberian pupuk dasar bagi  karet  adalah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan vegetatif dan generatif  tanaman khususnya tanaman yang baru tumbuh dilapangan sehingga produksi yang dihasilkan lebih baik (Anwar, 2001).

Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang (Imperata cylindrica), Mikania micrantha, eupatorium (Eupatorium sp), sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Anwar, 2001).
Pemupukan
Pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemu-pukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang, dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semester I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus.
Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl, dikarenakan SP36 sukar larut dalam air dan tidak higroskopis sehingga pemberiannya lebih awal (Hardjono, 1979).  
Cara pemupukan tanaman karet ada dua macam yaitu dengan cara manual circle danchemical strip weeding. Pemupukan dengan cara manual dilakukan dengan membuat saluran melingkar di sekitar pohon dengan jarak disesuaikan dengan umur tanaman. Umur 3-5 bulan saluran dibuat melingkar dengan jarak 20-30 cm dari tanaman. Umur 6-10 bulan jarak dari tanaman 20-45 cm. Pemupukan dengan cara chemical strip dilakukan dengan cara meletakkan pupuk diluar jarak 1-1,5 meter dari barisan tanaman (Sugito, 2007).
 Pemberian pupuk tidak dilakukan pada waktu hujan karena akan cepat tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk dilakukan  pada pergantian musim hujan ke musim kemarau ( Sugito, 2007).  Program dan dosis pemupukan tanaman karet belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan secara umum dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 1. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan
Umur Tanaman
Urea (g/ph/th
SP36 (g/ph/th)
KCl (g/ph/th)
Frekuensi Pemupukan
1 tahun
250
150
100
2 kali/tahun
2  tahun
250
250
200
2 kali/tahun
3 tahun
250
250
200
2 kali/tahun
4 tahun
300
250
250
2 kali/tahun
5 tahun
300
250
250
2 kali/tahun
Sumber : Anwar,  (2001)



Tabel 2. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Menghasilkan
Umur tanaman
Urea (g/ph/th)
SP36 (g/ph/th)
KCl  (g/ph/th)
Frekuensi Pemupukan
6-15 tahun
350
260
300
2 kali/tahun
16-25   Tahun
300
190
250
2 kali/tahun
>25 tahun
200
-
150
2 kali/tahun
Sumber : Anwar,  (2001)
Hama Dan Penyakit
Hama Rayap
Rayap pada umumnya berkumpul dan bersarang padatanaman yang sudah mati. Serangan pada tanaman karetbiasanya setelah tanaman karet mati sebagai akibat dariserangan jamur akar putih (JAP) atau pada areal penanaman yang menggunakan bahan tanam stump mata tidur yang kekeringan. Namun demikian untuk tanaman muda bisa terjadi serangan apabila terjadi kekeringan pada saat musim
kemarau. Pengendalian hama ini adalah:
Membersihkan tunggul-tunggul sisa pembukaan lahan.
Menanam dengan bahan tanam polybag.
Menaburkan Carbofuran (Furadan atau Dharmafur) di
sekitar tanaman yang terserang sebanyak satu sendokmakan.
Penyakit akar putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit ini dapat menyerang pada tanaman di pembibitan sampai tanaman menghasilkan. Tanaman yang terserang terlihat daun tajuknya pucat kuning dan tepi atau ujung daun tajuknya terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Adakalanya terbentuk daun muda atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakarantanaman sakit terdapat benang-benag berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga kekuning-kuninganpada pangkal akar. Pada serangan berat akar tanaman menjadi busuk dan tanaman akan tumbang dan mati. Penyakit ini bisa menular pada tanaman yang sehat di sekitarnya melalui kontak akar. Pencegahan:
Pembongkaran atau pemusnahan tunggul akar tanaman.
Penanaman bibit sehat. Bibit stum mata tidur yang akan dimasukkan ke polybag atau akan ditanam sebaiknya diseleksi dulu, bibit yang tertular masih dapat digunakan dengan cara mencelupkan bagian perakaran dengan larutan terusi 2%.
Pada areal yang rawan jamur akar putih, yaitu lahan yang terdapat banyak tunggul, tanah gembur dan lembab sebaiknya tanaman ditaburi belerang sebanyak 100-200 gr/pohon selebar 100 cm, yang kemudian dibuat alur agar belerang masuk kedalam perakaran.Pemberian belerang ini diberikan setiap tahun sekali sampai dengan tanaman berumur lima tahun.
Pemupukan yang rutin agar tanaman sehat (klik link dibawah ini untuk melanjutkan membaca).

 Pengobatan tanaman sakit:
 Dilakukan pada saat serangan dini dan dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Pengobatan dilakukan dengan cara menggali tanah pada daerah leher akar, kemudian leher akar diolesi dengan fungisida dan tanah ditutup kembali dengan tanah 2-3 hari setelah aplikasi.
Pada areal tanaman yang mati sebaiknya dilakukan pembongkaran tunggul dan diberikan belerang sebanyak 200 gr, agar jamur yang ada mati.
Jamur upas (Corticium salmonicolor)
Penyakit ini merupakan penyakit batang atau cabang. Jamur ini mempunyai empat tingkat perkembangan. Mulamula terbentuk lapisan jamur yang tipis dan berwarna putih pada permukaan kulit (tingkat sarang laba-laba), kemudian berkembang membentuk kumpulan benang jamur (tingkat bongkol-bongkol), selanjutnya terbentuk lapisan kerak berwarna merah muda (tingkat corticium) pada tingkat ini jamur telah masuk ke dalam kayu, terakhir jamur membentuk lapisan tebal berwarna merah tua (tingkat necator). Pada bagian yang terserang pada umumnya terbentuk latek berwarna coklat hitam. Kulit yang terserang akanmembusuk dan berwarna hitam kemudian mengering dan mengelupas. Pada serangan lanjut tajuk percabanagan akan mati dan mudah patah oleh angin. Serangan ini terlihat padatanaman muda yang berumur tiga samapai tujuh tahun dan penyebarannya pada daerah-daerah yang lembab dengan curah hujan tinggi.
Pengendalian:
Pada daerah lembab menanam tanaman yang tahan, yaitu AVROS 2037, PR 261, BPM 24, RRIC 100, BPM 107 dan PB 260
Jarak tanam tidak terlalu rapat.
Pengobatan dilakukan sejak awal mungkin yaitu dengan menggunakan Calixin 750 EC dan Antico F-96 setiap tiga bulan atau Bubur Bordo atau Fylomac 90 setiap dua minggu,dengan cara mengoleskan pada bagian yang terserang sampai jarak 30 cm ke atas dan ke bawah. Bila serangan lebih berat lagi (tingkat corticium atau necator), maka dilakukan mengelupasan kulit yang busuk kemudian dilumasi dengan Calixin 750 EC atau Antico F-96.
Penyakit gugur daun Colletotrtichum (C. gloeosporiodes)
Penyakit ini menyerang pada berbagai tingkat umur tanaman. Daun-daun muda yang terserang terlihat lemas berwarna hitam, mengeriput, bagian ujungnya mati dan menggulung. Pada daun dewasa terdapat bercak-bercak berwarna hitam, berlubang dan daun berkeriput serta bagian ujungnya mati. Tanaman yang terserang berat tajuknya menjadi gundul. Penyakit ini juga mengakibatkan mati pucuk. Serangan penyakit ini terjadi pada saat tanaman membentuk daun muda selama musim hujan. Serangan berat bisa terjadi pada kebun yang letaknya di atas 200 m dpl atau pada daerah beriklim basah.
Pengendalian:
Menanam klon yang tahan, yaitu BPM 107, BPM 109, RRIC 100, RRIM 600, PB 260 dan PB 330.
Pemupukan yang seimbang, sehingga tanaman sehat.
Penggunaan fungisida Dithane M-45 0,25%, Delsene MX 200 0,2%, Manzate M-200 0,2%, Sportak 450 EC, Cobox 0,5% atau Cupravit 21 OB 0,5%, Daconil 75 WP 0,2%,Antracol 70 WP 0,2%, Dofolatan/Indafol 476 F (600 g/ha bahan aktif/putaran) atau Tilt 259 EC (125 g/ha bahan aktif/putaran) dengan interval satu minggu sekali sebanyak lima kali penggunaan. Penggunaan fungisda pada saat tanaman terserang sudah mencapai 10% (klik link dibawah ini untuk membaca langsung dari sumbernya).

Panen dan Pasca panen

Persiapan Panen; Pemungutan hasil panen karet disebut penyadapan karet. Biasanya penyadapan dilakukan pada saat pagi hari hingga pukul 07.30. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya koagulasi pada lateks.
Pembuatan tempat penampungan hasil (TPH); TPH dibuat untuk menampung hasil lateks dari kebun sebelum diangkut ke pabrik. Satu TPH biasanya digunakan untuk menampung latek dari luasan areal sadap 20 sampai 30 hektar. Pada lokasi TPH disediakan bak/tangki penampung yang diletakan di atas, sehingga lateks yang ditampung dapat langsung dimasukkan ke truk pengangkut. 
Pembuatan jalan panen; Pembuatan jalan panen biasanya dibuat pada saat pekerja hendak melakukan penyadapan. Biasanya jalan panen di perkebunan hanya sederhana dan berupa jalan setapak, sehingga yang dibutuhkan hanyalah parang atau sabit untuk memotong rumput atau gulma yang mengganggu jalan yang akan dibuat.
Alat-alat panen. Alat-alat panen yang perlu dipersiapkan adalah pisau sadap, mangkok sadap, talang sadap, ember dan pengasah pisau. Pisau sadap, ember dan pengasah pisau hanya disediakan untuk masing-masing tenaga penyadap, sedangkan mangkok dan talang sadap harus disediakan untuk setiap tanaman.
Kebutuhan tenaga panen; Kebutuhan tenaga penyadap diperhitungkan dengan cara menghitung luas lahan yang disadap per hari (tergantung frekuensi sadap yang digunakan). Pada umumnya luas yang disadap per hari adalah 1/3 dari luas TM. Untuk kebutuhan tenaga penyadap dapat dihitung dengan memperhatikan kemampuan seorang penyadap dalam melakukan penyadapan dalam satu hari. Untuk lahan datar 1 orang penyadap mampu menyadap seluas 1 hektar.
Kriteria matang sadap; Kriteria matang sadap pada tanaman karet ditentukan oleh dua syarat yaitu, (1) lilit batang (lingkar batang 1 meter di atas pertautan lebih besar dari 45 cm dan (2) 60% dari populasi memenuhi syarat nomor 1. Biasanya masa ini akan dicapai setelah tanaman berumur 5 tahun.
Hanca panen; Hanca panen atau luas yang dipanen per hari sangat tergantung dari rotasi eksploitasi yang digunakan. Pada umumnya tanaman karet disadap 3 hari sekali, sehingga luas panen per hari kurang lebih 1/3 dari total luas tanaman menghasilkan (TM). Untuk lahan yang datar, 1 orang penyadap mampu menyadap seluas 1 hektar.
Rotasi panen; Lamanya rotasi panen dilakukan tergantung luasan hanca panen. Semakin luas hanca panen, maka rotasi panen semakin lama. Rotasi panen juga tergantung pada berapa kali dalam seminggu dilakukan penyadapan.
Aturan teknis panen; Setiap penyadap biasanya sudah berada di kebun pada pukul 05.00 untuk melakukan persiapan-persiapan seperti : pembagian lokasi sadap, pengecekan peralatan dan pengecekan kehadiran tenaga penyadap. Setiap penyadap akan melakukan penyadapan pada hancanya sendiri (setiap penyadap memiliki lokasi penyadapan masing-masing). Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit karet (setelah melepas lateks yang membeku pada alur sadap) pada alur sadap yang telah ada serta memasang mangkok dan pemberian anti koagulan (2 tetes) pada mangkok sadap. Anti koagulan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya pembekuan lateks sebelum sampai di pabrik. Setelah seluruh hanca sadap di sadap (selesai pada pukul 07.30) maka lateks ditunggu mengalir hingga pukul 11.00 dan selanjutnya lateks dikumpulkan di TPH. Pada setiap penyadap akan dicatat volume lateks yang terkumpul pada hari itu dan akan digunakan sebagai salah satu penentu besarnya upah yang akan diterima.
Pengangkutan Hasil Panen; Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada di lokasi tempat pengumpulan hasil di kebun, kemudian diangkut dengan tangki pengangkut ke pabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik dengan traktor, dan ada pula yang terpasang pada truk-truk tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan.
Sarana angkutan; Sarana angkutan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun ke pabrik adalah truk tangki dengan kapasitas biasanya antara 2.000 sampai 3.000 liter. Tangki dibuat dari bahan alumunium dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipasang dan dilepas dari alat penarik (truk/taktor) dan dengan mudah dibersihkan. Jumlah truck yang diperlukan tergantung dari tingkat produksi lateks yang dihasilkan per hari. Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut ke pabrik pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dapat diharapkan hasil yang seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi di kebun, jumlah lateks yang dikoagulasi sedapat mungkin harus dibatasi. 
Prasarana jalan; Prasarana jalan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun harus cukup baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya goncangan-goncangan selama pengangkutan yang dapat meningkatkan proses prakoagulasi. Oleh karena itu TPH biasanya diletakkan/berada di pinggir-pinggir jalan produksi.

Okvi Dwi Santra. twitter : @Dwi_Santra, fb : Okvi Dwi Santra, よろうしくおねがいします

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »